( Menyambut 1 Muharram 1447 H)
Di awal malam yang sunyi,
bulan sabit menggantung rendah di langit,
seolah menatap manusia dengan sabar—
dan bertanya dalam diam:
“Apakah kau siap untuk berjalan kembali?”
Muharram bukan sekadar angka,
bukan cuma almanak yang diganti tinta.
Ia adalah lorong sunyi,
yang mengantar jiwa kembali pada sumbernya:
pada niat yang sempat terlelap,
pada cita yang pernah hampir padam.
Hijrah bukan sekadar berpindah kota,
bukan tentang Makkah atau Madinah,
tapi tentang keberanian menanggalkan selimut lama
yang penuh debu kesalahan dan kealpaan,
untuk mengenakan pakaian baru dari tekad dan doa.
Karena sejatinya,
musuh terbesar manusia bukan musuh di luar,
tetapi bisikan yang bersemayam dalam dada,
yang berkata:
“Kau tak bisa berubah.”
“Kau akan kembali gagal.”
“Untuk apa mencoba kalau pada akhirnya terluka?”
Namun lihatlah,
Muhammad ﷺ pun hijrah,
bukan karena kalah,
tetapi karena cinta butuh ruang untuk tumbuh,
karena kebenaran harus diselamatkan dari keserakahan,
karena harapan harus diberi tanah untuk bertunas.
Hari ini,
1 Muharram datang dengan sunyi yang indah,
tak ada petasan, tak ada sorak,
hanya desir angin yang menyentuh jiwa—
dan cahaya rembulan yang membisikkan hikmah:
“Hijrah itu sunyi.”
“Hijrah itu tak perlu diumumkan.”
“Hijrah cukup diketahui oleh Tuhan dan hati yang jujur.”
Maka pada tahun baru ini,
aku tak ingin mengumbar niat di hadapan manusia,
aku ingin menanamnya dalam-dalam
di ladang rahasia antara aku dan Rabb-ku.
Aku ingin:
berhijrah dari amarah menuju sabar,
dari dengki menuju ridha,
dari penat dunia menuju ketenangan salat,
dari keluhan menuju syukur yang tak putus.
Aku ingin:
menghapus dendam dalam doaku,
memaafkan mereka yang bahkan tak pernah meminta,
karena aku lelah menanggung beban
yang seharusnya sudah kutinggalkan di tahun lalu.
Tahun baru ini,
aku tidak ingin menjadi orang baru yang palsu—
yang tersenyum hanya di luar,
namun kosong di dalam.
Aku ingin menjadi versi diriku yang lebih jujur,
meski belum sempurna.
Karena Tuhan tidak menuntut kesempurnaan,
Dia hanya menunggu niat yang terus mencoba,
dan langkah kecil yang tak pernah berhenti,
meski terjatuh ribuan kali di jalan-Nya.
Dan bila tahun lalu adalah tentang kehilangan,
tentang air mata yang tak sempat dikeringkan,
maka tahun ini adalah tentang menata kembali:
mimpi yang terserak,
iman yang sempat kabur,
dan cinta yang tak sempat terucap pada-Nya.
Wahai bulan sabit Muharram,
bawalah aku pada takdir yang lebih damai,
bawalah keluargaku pada rezeki yang halal dan cukup,
bawalah bangsaku pada adab yang terangkat,
bawalah hatiku pada Tuhan,
pada jalan pulang yang tenang.
Jika kemarin aku gagal,
hari ini aku belajar.
Jika kemarin aku tersesat,
hari ini aku menyalakan pelita.
Karena hijrah adalah janji,
dan Muharram adalah saksi,
bahwa aku memilih untuk kembali—
meski perlahan,
meski sendiri,
asal sampai pada cahaya yang abadi.
Di ujung malam ini,
aku menulis bukan untuk dibaca orang,
tapi agar Tuhan tahu:
aku sungguh ingin berubah.
Dadan Nugraha
26 April 2025
Tangerang Banten